Drama Musikal ABG

teater-anak.jpgSetelah meraih gelar juara dunia dengan menggondol 15 medali emas di Jerman pada “19th World Festival of Children’s Theatre” di Lingen, Jerman pada tahun 2006, dan tahun sebelumnya meraih gekar grup terbaik pada Festival Teater Anak-anak Tingkat Asia-Pasifik di Toyama, Jepang, Teater Tanah Air (TTA) kembali segera unjuk gigi di Jakarta pada 29-30 Mret 2008. Mereka akan mementaskan drama-musikal yang ditujukan bagi remaja alias ABG dengan mengangkat lakon Bawang Merah Bawang Putih Bawang Bombay karya Remy Silado yang sarat diwarnai lagu-lagu The Beatles yang telah mengalami penyelarasan, di bawah arahan surtradara sekaligus pendiri TTA, Jose Rizal Manua. Mengapa TTA membuat pertunjukan dan mengangkat lakon ini? Mengapa membidik kalangan remaja? Mengapa melibatkan dua seniman internasional? Berikut penjelasan Jose Rizal atas sejumlah pertanyaan sekitar pementasan yang diajukan humas pementasan lakon ini, Rhama Tharani, dalam sebuah wawancara pada 15 Februari dan petikannya dikirimkan ke Kompas.com pada Rabu (11/2)

Bisa cerita sedikit kenapa membuat pertunjukan ini?
Teater Tanah Air (TTA) adalah tempat untuk berekspresi. Untuk menampung mereka, makanya saya coba buat pertunjukan untuk ABG. Saya kira pertunjukan khusus untuk ABG itu hampir tidak ada. Orang selalu berpikir untuk anak-anak dan untuk dewasa. Kecuali drama-drama remaja yang dimainkan oleh anak sekolah, misalnya anak SMA memainkan pertunjukan-pertunjukan SMA. Saya kemudian minta Remy Sylado untuk membuatkan cerita.

Apakah ada diskusi sebelumnya tentang apa yang sebaiknya dibuat?
Tidak. Waktu itu Remy hanya menyebutkan, “Oke, saya buat Bawang Merah Bawang Putih Bawang Bombay.” Wah saya pikir menarik ini. Saya tahu Remy. Pasti akan ada sesuatu kalau dari dia. Unik. Misalnya dengan penyelarasan lagu-lagu The Beatles. Ada 16 yang dimasukkan dalam pertunjukan. Waktu itu kami juga sempat gelisah. Chichi (Chichi Westlake, produser) sempat menanyakan bagaimana kalau ada komplain. Menurut Remy tidak apa-apa, dan memang tidak ada undang-undangnya, kecuali kita pakai lagunya tanpa menyebutkan The Beatles. Sepanjang tidak komersial, hanya dalam skup kecil saja, tidak apa-apa. Dan tidak ada undang-undangnya. Kita tidak punya undang-undang internasional yang menangani hal seperti itu. Kemudian ide ceritanya juga menarik untuk saya. Dia membuat sangat kontemporer, tapi dia tidak tinggalkan tradisi. Jadi ada dua adegan. Yang satu, adegan kelompok Bawang Bombay. Di sisi lain, ada kerajaan Keraton Jogja yang bercerita tentang rangkaian cerita Bawang Merah itu seperti apa. Jadi cerita aslinya pun masih bisa ditangkap orang.

Dari sisi penyutradaraan sendiri, bagaimana menampilkan dua sisi tersebut?
Kita buat kontras. Yang keraton ya kita buat suasana keraton. Kemudian yang jalanan ya kita buat suasana ABG sekarang. Yang saya senang, saya bisa kerjasama dengan artis dari Meksiko, Inez (Inez Somellera, direktur artistik), juga Amsalan (Amsalan Doraisingam, penata kostum) dari India. Saya pikir pendekatannya unik. Surprise juga untuk saya cara dia mendekati cerita itu. Misalnya, kostum burung itu tidak dibuat seperti burung, tapi gangster. Walaupun ada sosok burung dari topi atau apa, tapi modifikasinya menurut saya unik. Yang penting esensinya bisa tetap muncul dan tertangkap. Dari segi material, dia pakai bahan-bahan yang murah, tapi bisa dahsyat.

Kemudian koreografi, Okty (Okty Budiati, koreografer). Jadi banyak hal baru yang bisa juga memperkaya saya. Bagaimana Okty menafsir gerak untuk adegan, tidak saya duga. Istimewanya seorang seniman itu terletak pada kreativitas. Daya bayang dan imajinasi adalah hal utama. Saya menemukan teman-teman punya itu.

Saya akan merespon semua keunikan mereka itu menjadi satu kesatuan yang utuh, dalam sebuah pertunjukan. Secara konkret, saya akan meramu itu, kemudian memadukannya, dan saya tidak mau interfensi supaya kekuatan masing-masing juga terlihat. Saya coba masuk ke dalam pikiran teman-teman, karena apa saja bisa dibuat, bertolak dari yang ada.

Khusus untuk naskah cerita, saya pernah bilang ke Remy, adegan di dalam skenario ini terpaksa saya balik. Dia kaget, tapi tidak berkomentar. Misalnya adegan terakhir dalam drama itu saya taruh depan. Di belakang menarik, tapi di depan juga menarik, agar mengklimaks. Dan Remy waktu itu bilang, bisa juga itu dipakai di depan kemudian dipakai lagi di belakang, tidak apa-apa. Nanti kita lihat lah, seperti apa.

Apakah semua ide Mas Jose tentang pemanggungan sudah selesai?
Di dalam imajinasi saya sudah selesai, tapi nanti ada proses bagaimana mengimplementasi ke dalam rangkaian. Kemudian juga memberi isi pada tiap anak supaya ketika dia berdiri di panggung ada isinya. Motif. Yang membedakan panggung dengan kehidupan itu antara lain di dalam kehidupan banyak laku kita yang tidak berangkat dari kesadaran. Seringkali semua secara spontan, otomatis, mekanis dan tidak kita pikirkan. Berlangsung saja. Nah, itu di atas panggung tidak boleh dilakukan. Di atas panggung, setiap inci dari gerakan kita harus diperhitungkan, dengan kesadaran. Tidak boleh ada laku yang tidak disadari, semua diperhitungkan secara rinci. Untuk itu, kehadiran tiap orang di panggung harus ada motif. Begitu dia terlihat oleh publik, penonton, dia harus punya motif. Keberadaannya tidak boleh kosong. Sering kita lihat, misalnya penari tarian daerah terlihat kosong, sekadar hafal dan bergerak. Itu yang saya hindari.

Keterlibatan utuh dari seniman?
Ya. Dia harus tahu untuk apa dia di panggung. Jadi harus ada motif. Kalau dia tidak tahu motifnya, kita beri, supaya kehadirannya di panggung hidup. Sekali lagi, tiap laku di atas panggung harus berangkat dari kesadaran, bukan trance.

Secara konkret, bagaimana Mas Jose mengungkap hal ini pada pemain ABG? Ada kemungkinan pemahaman mereka tentang kesadaran masih agak jauh, konsep motif menjadi hal abstrak buat mereka.

Saya mengembalikan pada keseharian mereka. Jadi saya memotivasi mereka tanpa intervensi. Yang penting sebetulnya seorang sutradara itu tidak boleh mengintervensi pemain.

Kelemahan sutradara-sutradara kita itu mengintervensi, memberi contoh, mendikte. Itu harus dihindari, karena ekspresi di dalam kehidupan pun sangat berbeda. Misalnya ekspresi terkejut, si A B C D bisa sangat berbeda, karena apa yang mengejutkan itu sangat berperan. Belum lagi usia, pengalaman hidup. Saya senang pada keberagaman seperti itu.

Pada dasarnya akting itu ada dua macam, untuk kebutuhan praktis dan teatral. Akting untuk kebutuhan praktis itu adalah yang kita lakukan sehari-hari, seperti diskusi sekarang ini. Di dalam akting untuk kebutuhan praktis atau sehari-hari, banyak hal yang kita simpan. Misalnya saya menyimpan rasa iri, sedih atau marah saya, pada siapapun. Saya harus berusaha berlaku untuk menjaga etika, sopan santun. Itu pada dasarnya adalah akting. Pada akting untuk kebutuhan teatral, hal-hal yang anormatif justru diperlukan. Karena kita tidak memainkan diri kita sendiri, kita ‘menjadi’. Ada yang namanya justifikasi panggung, kebenaran panggung, yang berbeda dari kehidupan sehari-hari.

Saya menyampaikan ini melalui eksperimen-eksperimen di dalam latihan. Ada metode yang saya terapkan untuk mereka, agar bisa sampai sana tanpa saya intervensi.

Apakah ada hambatan yang terjadi?
Secara umum berjalan lancar. Kalau bisa dikatakan sebagai hambatan, adalah ada pemain yang tidak bisa mengekspresikan secara maksimal. Bisa jadi karena motifnya belum terisi penuh, penghayatan belum maksimal. Atau bisa juga menganggap enteng proses latihan. Dia belum menjadi tokoh yang dimainkan. Mengapa tokoh tersebut bicara begini begitu, apa yang melatarbelakanginya, di mana dia mengatakan kalimat-kalimat tersebut. Seringkali kita lihat di sinetron tidak pernah mereka menghayati lingkungan adegan. Di dalam akting ada 3 hal yang ditanggapi oleh pemain. Pertama, lawan main; siapa, latar belakang. Kedua, sifat adegan; sedih, gembira, jengkel. Ketiga, lingkungan adegan; di mana dia bicara, rumah, kamar, pinggir jalan, dalam keadaan bagaimana. Seringkali lingkungan adegan tidak dimainkan. Misalnya rumah dibuat megah, tapi pemain terlihat asing di rumahnya sendiri. Itu karena lingkungan adegan tidak dimainkan. Pemain tidak menyatu dengan lingkungan.

Apakah ada diskusi seperti ini dengan para pemain?
Ya. Sebagian dari mereka sudah lama tergabung dengan teater ini. Ada yang dari kelas 1 SD, sekarang sudah SMA. Ada juga beberapa yang baru. Pendekatan saya tetap sama, yang penting jangan intervensi. Jangan merasa bahwa apa yang kita lakukan itu paling benar. Itu yang saya hindari. Jadi saya memotivasi mereka supaya laku itu lahir dari diri mereka sendiri, sehingga ketika mereka menemukannya, itu menjadi kuat di panggung. Kalau dikasih contoh dan dia hanya melakukan contoh yang diberikan, biasanya akting tidak akan terlalu kuat. Akting yang kuat adalah yang muncul dari dalam dirinya, karena motif yang kita berikan.

Di dalam proses, pemain bisa saja belum paham tentang peran yang harus dimainkan. Tidak apa-apa, nanti akan berkembang terus. Dan saya percaya pada target. Kalau sekarang belum utuh, ya tidak apa-apa. Kita masih punya rencana langkah-langkah ke depan, agar pada target 29 Maret kita sudah bisa main maksimal.

Apakah ada metode pematangan motif selain latihan?
Ada. Misalnya ada beberapa anak yang kemarin saya ajak pentas, agar dia punya jam terbang. Saat ini saya sedang melatih pertunjukan lain juga, untuk ke Rusia. Mereka mencobakan. Apalagi sebagian yang akan berangkat itu belum pernah main samasekali. Jadi saya ceburkan ke pertunjukan-pertunjukan kecil supaya mereka punya rasa pertunjukan.

Cara lain adalah mengajak mereka menonton Discovery Channel, menemukan gerak-gerak hewan, yang tidak bisa kita ekspresikan dalam kehidupan sehari-hari. Masuk ke dalam alam. Ekspresi yang unik itu kalau ekspresi alam muncul secara natural di dalam diri tiap pemain. Atau menonton film, melihat bagian-bagian tertentu untuk mengarah pada suatu sisi artistik tertentu.

Sampai sejauh ini, bagaimana kesan Mas Jose tentang proses yang sudah terjadi?
Kita semua menuju ke arah maksimal. Saya melihat perkembangan yang menarik pada teman-teman. Tugas seorang sutradara itu mendorong dan mengarahkan, menjaga kesatuan, menjaga ensembel. Menyutradarai teater itu seperti konduktor orkestra. Bagaimana semua menjadi harmonis, semua saling mensuport, mengarah pada satu lagu yang ingin diekspresikan. Kerangka keseluruhan ada pada saya. Ketika saya mengajak kerjasama Okty, berkembangnya ke sana. Amsalan juga ternyata berkembangnya ke sana. Semua saya nikmati saja. Semua yang di luar dugaan saya, saya anggap perkembangan, selama itu berada dalam koridor naskah itu sendiri. Semua bertolak dari naskah, dengan interpretasi sendiri-sendiri.

Bagaimana Mas Jose sendiri menginterpretasi naskah ini?
Naskah ini lebih bicara pada persoalan korupsi, supaya ada pelajaran untuk ABG bahwa korupsi tidak baik. Kira-kira ada pesan seperti itu. Kemudian bahwa penjahat itu sepanjang usia dunia ini tetap ada, di mana pun. Kita tidak bisa menghindari itu, ada di sekitar kita, jadi kita harus waspada. Antara lain, mengingatkan kita tentang itu.

Pertunjukan ini happy-ending. Melodrama, drama yang sedih dan berakhir dengan kegembiraan. Lalu di dalamnya ada lagu-lagu, yang tiap karakternya kita tangkap. Ada lagu yang riang, ada yang haru, ada percintaan. Kita mencoba mengolah gerak dan lain sebagainya, berangkat dari jiwa lagu tersebut. Dan saya senang karena pelesetan Remy di lagu-lagu The Beatles ini jahil, nakal. Dan juga, saya pikir, dia tidak main-main, tiap lagu dipilih dan disesuaikan dengan konteksnya.

Apa harapan Mas Jose tentang pertunjukan ini?
Saya ingin ini menjadi hiburan, tapi juga membawa pesan-pesan moral dan sosial dari kandungan yang diangkat dan diekspresikan bagi orang, terutama ABG.

Bagaimana dengan penonton dewasa dan anak-anak?
Ini bisa ditangkap oleh semua usia, karena cerita Bawang Merah Bawang Putih sangat populer di masyarakat kita. Diceritakan di rumah-rumah, ruang tamu keluarga, kamar-kamar keluarga. Cerita ini tidak asing. Tapi orang akan bertanya-tanya, ada apa ini dengan Bawang Bombay? Ini akan menarik bagi penonton.

Di mana posisi produksi ini dibanding karya-karya Mas Jose yang lain?
Kalau dilihat sejak awal, karya-karya saya biasanya lompat-lompat, tergantung repertori apa yang diangkat. Seperti tiba-tiba saya menggarap Perkawinan, yang dimainkan oleh Rieke Dyah Pitaloka,lalu saya buat Sekda yang sekarang banyak pemainnya menjadi pemain komedi di TV, terus saya membuat Bumi Di Tangan Anak-Anak. Jadi memang lain-lain. Saya ingin tidak satu warna begitu saja. Ada sesuatu yang baru dan ada kejutan-kejutan. WIP

source: Kompas

27 thoughts on “Drama Musikal ABG

  1. apa na yang asyik…………..????????????

    teks na Z g d LiatiiiiiiNNNNNNN………..

    cRyyyyyyy yEEEEEEEEEEEEE…………….

    Like

  2. ssssssssssssseeeeeeeeerrrrrrrrrrruuuuuuuuuu

    aaaaaaaaaabbbbbbbbbbiiiiiiiiiiisssssssss

    kkkkkkkkkkkkaaaaaaaaaarrrrrrryyyyyyyyyaaaaaaaaa

    Like

  3. Radio Udara fm 91,2 MHz adalah radio baru di kabupaten dharmasraya yang merangkul pendengar dari semua golongan.
    Bagi yang ingin pasang iklan silahkan hub. Yetendra 081374273911

    Like

Leave a reply to Dedi Dwitagama Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.