Tawuran berharga 17 juta rupiah, padahal miskin hidupnya

seorang wanita muda berusia sekitar tiga puluh tahun menjumpai saya, dia meminta sekolah untuk membuatkan surat keterangan bahwa keponakannya adalah murid sekolah kami, surat keterangan itu diperlukan untuk mengeluarkan anak laki-laki dari kakaknya yang tertangkap polisi membawa senjata tajam.

Kakak wanita itu seorang pria yang lugu, kurus, tatapan matanya kosong, beberapa kali wanita itu menyalahkan kakak lelakinya yang tak tetap pekerjaannya dan tidak mampu mendidik anaknya sehingga terlibat tawuran & membawa senjata tajam.

Saya ingatkan kepada mereka bahwa ada peraturan di sekolah yang menyatakan bahwa murid yang tertanggap polisi akan tawuran dengan membawa atau tak membawa senjata tajam harus menunggalkan sekolah.

“Benar Pak, kami mengerti tentang peraturan itu, dan setelah keluar dari tahanan anak kami juga akan kami pindahkan dari sekolah ini.”

Saya minta kepada orang tua untuk membuat surat pengunduran diri anaknya pertanggal 12 bulan itu, dan sekolah menbuat surat keterangan pertanggal 10 bulan yang sama.

Seminggu setelah pertemuan itu saya
menghubungi wanita itu dan menanyakan kabar keponakannya, ternyata keponakannya sudah keluar dengan biaya sekitar 17 juta rupiah.

Saya kembali teringat ekspresi bapak kurus tak berdaya berpenghasilan tak tetap, bagaimana dia membayar biaya tebusan anak lelakinya sedemikian banyaknya.

Semoga anak-anak miskin sadar bahwa biaya tawuran itu sangat mahal, mending di tabung buat modal usaha hingga sejahtera hidup kalian, love u yan.

4 thoughts on “Tawuran berharga 17 juta rupiah, padahal miskin hidupnya

  1. Saya selalu yakin bahwa anak yang terlibat tawuran adalah buah dari keadaan keluarga yang tidak sehat. Jika seorang anak di dalam kesehariannya di rumah terbiasa melihat kejadian tidak baik, maka akan timbul pergolakan batin, ditambah jika dari awalnya tidak dibekali dengan ilmu agama yang kuat, maka akan terbawa arus pergaulan yang salah. Ayah yang pengangguran, sering ribut dengan ibunya, pastilah sedikit banyak membuat si anak frustasi & mencari pelampiasan dengan caranya sendiri. Tidak berpikir panjang akibat bagi masa depannya karena memang tidak pernah ada model yang baik di rumah. Kasihan… padahal ia bukan berasal dari keluarga yang mapan. Makin suramlah masa depannya.
    Duh, menyedihkan jika banyak generasi muda yang seperti itu ya, Pa Dedi….

    Like

Leave a reply to Dedi Dwitagama Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.