Di Negeri Paman Besut ada dua kelompok sekolah; yaitu sekolah gratis dan sekolah bayar.
Di sekolah gratis, murid mendaftar di awal tahun ajaran baru atau sekitar bulan Juni – Juli dengan persyaratan umur atau nilai ujian nasional, jika memenuhi syarat anak diterima di jenjang pendidikan SD hingga SLTA tanpa biaya alias gratis.
Beberapa murid malas masuk sekolah, wali kelas dan guru Bimbingan Konseling memanggil anak itu dan orang tuanya, dilakukan konseling beberapa kali murid itu tetap malas ke sekolah, dia datang ke sekolah hanya pada saat ulangan akhir semester. Sekolah tak berani memberi sangsi mengeluarkan murid itu karena takut dilaporkan ke polisi atau ke Dinas Pendidikan dihubungkan dengan hak memperoleh pendidikan. Saat kenaikan kelas guru-guru dan kepala sekolah tak berani memutuskan tidak naik untuk anak-anak yang malas datang ke sekolah hingga mereka naik ke kelas 6 atau 9 dan 12. Di kelas terakhir atau tahun terakhir mereka makin malas hadir ke sekolah dan hanya datang saat ujian nasional, bahkan beberapa diantara mereka harus dijemput oleh guru atau karyawan tata usaha agar datang ke sekolah mengikuti ujian.
Guru-guru sekolah gratis seperti hilang keberanian menangani anak-anak yang nakal atau berperilaku menyimpang di sekolah, misalnya membolos, merokok, berkelahi, bullying, tidur di kelas, berbuat onar atau mengganggu suasana belajar di kelas karena berita-berita guru yang memberi teguran atau memberi sangsi kepada murid yag tidak disiplin direspon dengan kekerasan oleh murid, bahkan ada yang bersama orang tua melakukan tindak kekerasan kepada guru, bahkan ada murid yang memukul gurunya hingga meninggal dunia.
Murid-murid mengetahui situasi itu, mereka jadi malas belajar dengan baik, datang ke sekolah seperti membunuh waktu atau bersosialisasi dengan teman sebaya, murid-murid merasa tak perlu belajar serius, karena teman yang jarang masuk bisa melenggang ujian, naik kelas hingga lulus sekolah. Mereka pun yakin dengan belajar santai saja mereka akan naik kelas dan lulus memperoleh ijazah.
Hal itu berlangsung bertahun-tahun hingga masyarakat memberi label sekolah gratis, sekolah santai, masuk sekolah seenaknya, bisa lulus dan dapat ijazah. Yang lebih menyenangkan adalah pemerintah memberi uang kepada murid-murid memenuhi janji kampanye dibalit nama kartu pintar, dsb.
Di sekolah bayar, calon murid baru mendaftar sejak bulan September atau sekitar sembilan bulan sebelum pendaftaran di sekolah gratis, dengan membeli formulir, mengikuti tes seleksi, wawancara, dan jika lulus harus membayar biaya bervariasi hingga jutaan kepeng, bahkan ada yang hingga puluhan juta kepeng disetor ke sekolah.
Ada