Bangsa yang gemar mendidik warganya jadi penonton

Pendidikan mendidik penduduk negeri jadi penonton terus
Ingatkah anda, ketika bersekolah … bersama teman-teman anda dikirim untuk menghadiri acara ini itu bersama teman-teman … bahkan para guru sangat bangga, kenakan pakaian seragam hadir di studio sebagai penonton pertunjukkan TV, seperti terlihat pada acara Bukan Banyak Mata, Pengajian Mamah Dinah, Mario Kokoh, dsb.
Pakaian terbaik disiapkan, sanak keluarga dikabarkan untuk menonton, berangkat tengah malam hingga tangah hari tak jadi hambatan ….

Sejak kecil jadi penonton, hingga tua renta gemar menonton … di dalam televisi maupun di luar televisi … betapa kini televisi sudah jadi kebutuhan primer … hampir di setiap rumah, warung dan tempat umum sediakan TV untuk dinikmati.

Dinas Pendidikan sering meminta sekolah untuk hadirkan peserta didik sebagai penonton, pengunjung untuk memeriahkan berbagai acara, istilahnya “Pengerahan Massa” …. Entah disadari atau tidak, kemudian kita terbiasa mendidik warga Negara menjadi penonton, bangga menjadi penikmat, …

Mungkin ini salah satu sebab ricuhnya PSSI, warga Negara terbiasa jadi penonton … tak ada yang sanggup dan bisa memimpin PSSI, ketua tak kunjung terpilih, para penonton itu tak sanggup bersepakat … kalaupun ada ketua, dia juga senang menontn tak mampu lahirkan pemain atau pelaku sepakbola yang hebat dari ratusan juta penduduk yang kita punya.

Kader pemimpin juga susah muncul dari para penggemar jadi penonton … terlihat dari para calon kepala daerah atau calon presiden yang itu-itu saja atau para sepuh … yang muda gemar menonton sambil umbar komentar yang bikin ramai media cetak dan TV.

Bagaimana hentikan ini? . Jangan lagi dorong-dorong peserta didik untuk jadi penonton acara ini itu … mari latih mereka untuk jadi pelaku atau aktor yang tampil dan ditonton oleh banyak orang, misalnya lewat paduan suara, band, atlit, bicara di depan umum …. Atau apa saja yang jadi minat peserta didik.

Selamat pagi pembaca, lebih banyak tampil atau nontonkah anda selama ini?